Berbagai produk terbuat dari sampah kresek, harga mulai Rp 10.000 hingga Rp 75.000

Produk terbuat dari sampah plastik kemasan sabun, minyak, dll, harga mulai Rp 35.000 hingga Rp 50.000

Produk terbuat dari sampah plastik kemasan sabun, minyak, dll, harga mulai Rp 35.000 hingga Rp 50.000

Produk terbuat dari sampah kemasan kopi mix terdiri dari dompet dan tas, harga mulai Rp 10.000 - Rp 40.000

Taplak meja terbuat dari sampah sedotan, harga mulai Rp 30.000 - Rp 60.000

Taplak meja terbuat dari sampah sedotan, harga mulai Rp 30.000 - Rp 60.000

by: M. Satori

Lingkungan hidup saat ini menunjukan gejala yang makin memprihatinkan, mulai dari pencemaran air sungai baik yang disebabkan pembuangan limbah pabrik maupun limbah domestik, pencemaran udara yang disebabkan karena pembuangan gas emisi baik dari pabrik maupun kendaraan bermotor, hingga masalah krisis air bersih yang makin mengancam di masa yang akan datang. Salah satu persoalan lingkungan yang belum menunjukkan perbaikan yang berarti terutama di Kota Bandung adalah masalah penanganan sampah yang tak kunjung selesai.

Masih ada dalam ingatan kita (mungkin) bahwa Bandung yang dulu dikenal sebagai Kota Kembang dengan udaranya yang sejuk, pernah dijuluki sebagai “Bandung Lautan Sampah” setelah terjadi tragedi Leuwi Gajah pada tahun 2005 lalu. Ketika itu masyarakat Bandung merasakan betul dampak dari tumpukan sampah yang tidak tertangani di berbagai sudut kota karena TPA Lewi Gajah ditutup sedangkan TPA alternatif pun ditolak warga sekitarnya. Beruntunglah PT. Perhutani Jawa Barat “berbaik hati” untuk membantu mengatasi kesulitan wilayah Cekungan Bandung untuk membuang sampah yang sekarang dikenal dengan TPA Sarimukti. Namun jangan lupa bahwa TPA Sarimukti bersifat sementara karena dalam waktu dekat masa kontraknya akan habis (kalau tidak salah hanya 5 tahun). Namun hingga kini belum terlihat adanya TPA baru bagi Cekungan Bandung, khususnya Kota Bandung. Rencana Pemkot Bandung untuk membangun PLTSA di Gedebage tidak kunjung jadi karena berbagai kendala. Saat ini masyarakat khawatir terjadinya “Bandung Lautan Sampah” seperti 5 tahun yang lalu.

Gerakan mengurangi sampah

Mungkin sering kita tidak sadari bahwa keberadaan sampah yang pernah menjadi “petaka lingkungan” di Cekungan Bandung berasal dari kegiatan kita sehari-hari baik sebagai produk samping (side product) dari aktifitas kita maupun dari kemasan produk dari produk yang kita konsumsi. Bisa kita bayangkan bila produksi sampah Kota Bandung yang saat ini mencapai 7500 m3 sehari harus dibuang (dan hanya dibuang, tidak diolah) ke TPA, maka wajar apabila suatu saat TPA tersebut akan penuh dan tidak lagi sanggup menampung sampah yang demikian banyak tersebut.

Untuk itu maka dalam rangka mengurangi “beban” pemerintah kota dalam mengurusi masalah sampah maka kita harus bersikap lebih “bijak”, yakni mengurangi “nyampah”. Gerakan mengurangi sampah tersebut dilakukan mulai dari hulu (industri) hingga hilir (konsumen/masyarakat). Di tingkat industri pengurangan sampah dilakukan mulai dari merancang kemasan produk, penantuan bahan kemasan produk, hingga bertanggung jawab terhadap kemasan produk yang berada di tingkat konsumen. Di tingkat konsumen atau masyarakat pengurangan sampah dapat dilakukan dengan merubah berbagai kebiasaan yang menyebabkan timbulnya sampah, misalnya dalam berbelanja ke pasar atau ke supermarket maka bawalah kantong dari rumah yang dapat digunakan khusus berbelanja jadi tidak menggunakan kantong kresek, janganlah membuang produk yang masih bisa digunakan tapi sumbangkan ke orang lain yang mungkin membutuhkan.

Jadikan sampah sebagai berkah

Dalam rangka upaya mengurangi sampah maka kita harus merubah mindset kita dari cara pandang sampah hanya sebagai waste yang harus dibuang menjadi sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan bahkan bernilai ekonomi. Kita semua juga mungkin sudah tahu banyak para pelaku sector informal yang melakukan usaha dengan berbahan sampah tersebut sehingga bagi mereka sampah bukan masalah tapi berkah.

Mengawali upaya agar sampah di rumah tangga menjadi berkah (bukan masalah)  maka langkah harus dilakukan adalah memilah sampah. Pemilahan dilakukan minimal memisahkan sampah organik/mudah busuk/dapat dikomposkan dan sampah non organik/tidak mudah busuk/tidak dapat dikomposkan, atau pemilahan dilakukan sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan kita selanjutnya. Berikut ini adalah contoh pemilahan sampah di rumah tangga dan tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mengurangi sampah :

No. Jenis Sampah Tindakan Selanjutnya
1 Sisa makanan Dikomposkan dengan komposter skala rumah tangga, atau dikomposkan dalam skala komunal/RW
2. Potongan bahan sayuran Dikomposkan dalam komposter skala rumah tangga, atau dikomposkan dalam skala komunal/RW
3. Botol plastik bekas minuman, bekas air mineral, potongan paralon, potongan selang, mainan anak yang terbuat dari pastik dan sejenisnya Masukkan ke dalam karung kemudian diinfaqkan ke pemulung, di sekolah barang-barang tersebut dapat diolah menjadi kerajinan, atau dikelola oleh masyarakat dan membentuk “bank sampah”
4. Logam, seperti kaleng, kawat, paku Tampung dalam kantong tertentu kemudian diinfaqkan ke pemulung, atau dikelola oleh masyarakat dan membentuk “bank sampah”
5. Kertas, kardus, karton, dan sejenisnya Masukkan ke dalam karung kemudian diinfaqkan ke pemulung atau mungkin sebagian dapat kita manfaatkan untuk berbagai keperluan lain, atau dapat didaur ulang menjadi kertas daur ulang, atau dikelola oleh masyarakat dan membentuk “bank sampah”
6. Kresek hitam (daur ulang) Dikumpulkan dalam kantong tertentu untuk kemudian diinfaqkan ke pemulung,  mungkin ada yang bisa dimanfaatkan kembali tapi tidak untuk makanan, mungkin ada yang diolah kembali menjadi kerajinan tas dalam program “bank sampah”.
7. Kresek warna warni/ bukan daur ulang Dikumpulkan dalam kantong tertentu untuk kemudian diinfaqkan ke pemulung,  mungkin ada yang bisa dimanfaatkan kembali, mungkin ada yang diolah kembali menjadi kerajinan tas dalam program “bank sampah”.
8. Sampah B3 rumah tangga, seperti baterai bekas, jarum, pecahan kaca, bekas lampu TL, dan sejenisnya Masukkan ke dalam kantong kresek warna merah untuk kemudian dikelola secara khusus oleh petugas kebersihan kota

Sumber : pengalaman di rumah sendiri

Bila pemilahan tersebut sudah dilakukan maka hampir sebagian besar sampah sebenarnya masih dapat dimanfaatkan baik oleh si penghasil sampah itu sendiri maupun oleh orang lain.

Gerakan “Bank Sampah” di Masyarakat

Bank Sampah adalah sebuah kreasi inovatif yang dilakukan masyarakat dalam memanfaatkan nilai ekonomi yang terkandung dalam sampah, dan secara tidak langsung dapat mengurangi sampah yang dibuang. Seperti halnya bank lainnya yang kita kenal, bank sampah ini ada manajemen pengelolanya, ada nasabahnya dan ada pencatatan pembukuannya. Apabila dalam bank yang biasa kita kenal yang disetorkan nasabah adalah uang maka dalam Bank Sampah yang disetorkan “nasabah”nya adalah sampah yang dipandang bernilai ekonomis. Kemudian pengelola Bank Sampah harus melakukan upaya kreatif dan inovatif agar sampah-sampah yang dihimpun dari “nasabah” dapat menjadi uang. Oleh karena itu, pengelola Bank Sampah tersebut harus merupakan orang-orang yang kreatif dan inovatif serta memiliki jiwa kewirausahaan.

Bank Sampah ini bisa dikembangkan dalam skala RW, Kelurahan,  komunitas sekolah, atau disesuaikan dengan kemampuan pengelola itu sendiri. Pengembangan Bank Sampah tersebut dapat bekerja sama dengan pihak industri dalam rangka program CSR (Corporate Social Responsibilities), untuk itu maka sebaiknya pemerintah mengeluarkan kebijakan CSR berbasis lingkungan. CSR berbasis lingkungan tersebut juga dapat dikembangkan dalam rangka memperpanjang tanggung jawab produsen terhadap produk dan kemasannya yang telah berada di tingkat konsumen sehingga tidak menjadi beban bagi lingkungan. Program ini kemudian   dikenal dengan program EPR (Extended Producer Responsibilities).

Program Bank Sampah ini telah banyak dikembangkan baik oleh komunitas warga maupun sekolah di luar Kota Bandung, seperti Jakarta, Surabaya dan Bali. Salah satu RW di Kelurahan Cipinang Melayu Jakarta Timur misalnya warganya telah memiliki Bank Sampah dan setiap warga berperan aktif baik sebagai “nasabah” maupun sebagai pengelolanya.

Kesimpulan

Dilihat dari karakteristik fisik-kimia nya, sampah memang bisa jadi masalah lingkungan bila tidak ditangani dengan baik apalagi bila sudah terakumulasi dalam skala kota. Namun demikian sampah bisa menjadi berkah bila “beraliansi” dengan tangan-tangan kreatif dan inovatif. Untuk itu maka dalam rangka mengurangi sampah yang akhir-akhir ini menjadi ancaman setiap kota khususnya Kota Bandung, maka perlu dilakukan sebanyak-banyaknya “aliansi” sampah dengan masyarakat. Dengan tangan-tangan kreatif dan pemikiran-pemikiran inovatif ternyata sampah yang selama ini sering dianggap masalah, bagi mereka justru menjadi berkah. Untuk itu tidak berlebihan kiranya apabila mereka saat ini memiliki motto : “Lebih Baik Hidup dari Sampah dari Pada Hidup Menjadi Sampah”.

Aktifitas Bank Sampah di Cipinang Melayu Jakarta Timur, 2010

Oleh: Mohamad Satori | April 28, 2010

Green Plant Manufacturing PT Coca Cola Bottling Indonesia

Latar Belakang

Masalah lingkungan belakangan ini sering menjadi topik yang dibicarakan di berbagai forum diskusi baik di tingkat nasional maupun internasional. Salah satu issue lingkungan yang sering dibahas misalnya terkait dengan Global Warming. Issue global warming merupakan issue lingkungan yang paling intensif dibucarakan terutama dalam forum dunia. Bahkan dalam berbagai forum dunia telah sepakat bahwa Global Warming tersebut perlu dicegah. Salah satu yang terkait erat dan bahkan sering dituding sebagai penyumbang global warming ini adalah kegiatan industri terutama industri yang mengeksplorasi SDA secara berlebihan dan industri yang tidak peduli pada pencemaran yang ditimbulkannya. Untuk itu maka issue lingkungan tersebut khususnya terkait dengan fenomena global warming sering dikaitkan dengan dunia bisnis atau industri. Misalnya salah satu syarat untuk sebuah industri yang produknya berorientasi ekspor maka harus memenuhi kriteria “clean product” yaitu produk yang dihasilkan dari industri yang telah menerapkan “green industry”.

PT Coca Cola Bottling Indonesia adalah salah satu perusahaan yang berskala dunia menyadari betul pentingnya image positif dari pasar seluruh dunia. Untuk itu perusahaan tersebut telah mengembangkan konsep Green Manufacturing Industry yang diintegrasikan dengan program CSR (corporate social responsibilities) berbasis lingkungan. Uji coba dilakukan di Plant Bandung bekerja sama dengan Program Studi Teknik Industri Universitas Islam Bandung.

Foto Persemian GPM PT Coca Cola Bottling Indonesia

Program yang Dikembangkan

Program-program yang dikembaghkan dalam rangka GPM tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Pengolahan limbah teh jadi kompos, kemudian kompos
  2. Kompos yang dihasilkan digunakan untuk mengembangkan organic farming dan pembibitan
  3. Pembibitan tanaman dilakukan untuk program reboisasi untuk penyelamatan air baku sekitar pabrik
  4. Pembuatan biopori untuk membantu resapan air di sekitar pabrik
  5. Pelatihan pemanfaatan limbah bagi masyarakat sekitarnya
  6. Dll

Hasil Uji Coba

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan didapatkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Limbah teh yang tadinya dibuang ternyata dengan teknik tertentu dapat diolah menjadi kompos yang berkualitas, hal ini terbukti baik dari hasil uji laboratorium maupun penggunaan langsung pada tanaman palawija yang hasilnya sangat memuaskan
  2. Telah merubah paradigma bahwa sebagian limbah yang semula mencemari lingkungan dan perlu pendanaan untuk mengelolanya menjadi sumber daya yang dapat bernilai ekonomi
  3. Hasil uji coba tersebut juga dapat diintegrasikan dengan program CSR yakni masyarakat sekitar pabrik dibina untuk membantu melakukan usaha tersebut dalam wadah sebuah UKM.
Oleh: Mohamad Satori | April 2, 2010

Sampah, masalah atau berkah?

Apabila kita amati sampah yang numpuk di sekitar kita maka kita akan lihat bahwa sampah kemasan begitu mendominasi. Kemasan mie instant, kemasan kopi, kemasan ciki dan puluhan kemasan lainnya yang makin kesini makin beraneka ragam jenisnya. Para produsen produk-produk tersebut seolah-olah tidak peduli dengan kemasan yang menyertai produk yang mereka jual ke masyarakat.

Sampah kemasan umumnya terbuat dari bahan yang tidak bisa terurai secara cepat sehingga dapat mengancam kelestarian lingkungan. Di sisi lain sampah kemasan juga tidak laku dijual sehingga tidak ada pemulung yang memungutnya. Lalu apa yang harus kita lakukan?

Melalui tangan-tangan kreatif dan otak-otak yang inovatif ternyata sampah kemasan dapat diolah menjadi produk yang dapat dimanfaatkan dan bahkan dapat dijual. Produk-produk tersebut antara lain : tas, dompet, tas laptop, taplak meja, pas bunga, taplak meja, dll. Pembuatan produk-produk tersebut dilakukan melalui proses: potong, lipat dan jahit. Produk-produk tersebut tidak saja diminati di dalam negeri tapi di luar negeri. Mau coba? Penasaran kan?

Oleh: Mohamad Satori | April 1, 2010

Eco Campus Unisba

Mengamati persoalan lingkungan hidup di lingkungan kampus Universitas Islam Bandung saat ini sungguh memprihatinkan. Komponen lingkungan yang kurang baik yang teramati antara lain menyangkut kebersihan, kenyamanan dalam berkuliah (comfortable) yang disebabkan karena polusi suara baik karena lalu lintas maupun aktifitas di dalam kampus, serta masalah penghijauan kampus. Sebagaimana kita ketahui, dalam Islam masalah kebersihan sangat dijunjung tinggi. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa “Kebersihan adalah merupakan bagian dari iman”. Ini artinya bahwa tidak sempurna iman seseorang bila tidak mencintai kebersihan dan berperilaku bersih. Berdasarkan hal tersebut sebagai Perguruan Tinggi yang berlabelkan Islam seperti Unisba, adalah wajar apabila kebersihan khususnya dan masalah lingkungan hidup pada umumnya harus menjadi tauladan bagi umat

Konsep ECO-CAMPUS ini sebenarnya sebenarnya tidak hanya bagaimana mewujudkan kampus yang islami, bersih, indah dan nyaman, akan tetapi untuk jangka panjang dapat diarahkan untuk mendapatkan sertifikat Eco-Labeling. Apabila hal tersebut dapat diwujudkan maka mungkin Unisba adalah satu-satunya Perguruan Tinggi yang berhak memperoleh sertifikat tersebut. Prestasi dalam bidang lingkungan hidup kampus juga diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi citra Unisba sehingga pemintat mahasiswa baru masuk ke Unisba pun makin meningkat.

MAKSUD DAN TUJUAN ECO-CAMPUS UNISBA

ECO CAMPUS adalah merupakan suatu upaya untuk mewujudkan kondisi lingkungan kampus yang Islami, bersih, indah, nyaman, serta hemat energi. Untuk mewujudkan kondisi lingkungan tersebut maka dibutuhkan kesadaran semua pihak yang ada di lingkungan Unisba. Proposal ini dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai berbagai hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan gagasan ECO-CAMPUS tersebut, baik menyangkut aktifitas, sarana dan prasarana, manajemen pengelolaan, masalah pembiayaan dan lain-lain. Maksud dan tujuan dari ECO-CAMPUS UNISBA ini adalah : (1)  Terciptanya kampus yang Islami, bersih, indah, nyaman, serta hemat energi (2) Tersedianya berbagai infrastruktur yang dapat mendukung ECO-CAMPUS UNISBA (3) Terciptanya gerakan moral seluruh civitas akademika dalam hal kebersihan lingkungan, ikut menjaga  kelangsungan hidup taman dan pohon pelindung, serta melakukan penghematan energi.

LINGKUP LEGIATAN ECO-CAMPUS UNISBA

(1) Menciptakan kampus yang bersih
(2) Pemilahan sampah
(3) Pembuatan kompos
(4) Pembuatan produk kerajinan dari sampah kemasan
(5) Mengembangkan teknologi daur ulang
(6) Mengembangkan teknologi bersih (clean technology)
(7) Menciptakan kampus yang hijau (green campus)
(8) Membuat sumur resapan dengan metode biopori

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Berdasarkan data BPS tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 %, yang dibakar sebesar 37,6 % , yang dibuang ke sungai 4,9 % dan tidak tertangani sebesar 53,3 % (Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama dan Pasca Krisis, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Oktober 2002).

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbulan sampah pada perkotaan semakin tinggi, kendaraan pengangkut yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R).

Besarnya timbulan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsungnya di antaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai. Salah satu tujuan wisata, Indonesia pernah diberitakan dalam media cetak asing sebagai kawasan tidak sehat karena persampahan yang tidak ditangani secara serius. Berita tersebut mencuat karena dalam satu kurun waktu, beberapa turis mancanegara terserang penyakit kolera sehingga perlu diterbangkan kembali ke negaranya (Wibowo dan Djajawinata, 2004).

Menurunnya kualitas pengelolaan sampah secara signifikan umumnya mulai terjadi sejak krisis ekonomi yang berkepanjangan menimpa seluruh kota di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada penurunan kinerja sarana dan prasarana persampahan serta menurunnya kapasitas pembiayaan dan retribusi. Selain itu juga muncul fenomena menurunnya peran serta masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil survey BPS tahun 2000, tingkat pelayanan sampah hanya mencapai 41 % (rata-rata nasional) dan penerimaan retribusi hanya 22 %.

Adanya berbagai komitmen internasional seperti pemenuhan target MDGs yang mensyaratkan peningkatan pelayanan separuh dari jumlah penduduk yang belum mempunyai akses pelayanan persampahan sampai tahun 2015 (kurang lebih 70 % pada tahun 2015) dan pengurangan emisi berdasarkan Kyoto Protocol, menuntut kesungguhan semua stakeholders persampahan baik di tingkat pusat, daerah, dunia usaha dan masyarakat untuk meningkatkan sistem pengelolaan persampahan agar berkelanjutan.

Dalam rangka memperingati Hari Habitat Dunia yang jatuh pada tanggal 3 Oktober telah dilakukan serangkaian diskusi nasional yang salah satu hasilnya adalah suatu rencana tindak untuk menyikapi kondisi persampahan yang ada saat ini serta dalam rangka menerapkan Kebijakan Nasional Pembangunan Bidang Persampahan dan sebagai upaya pencapaian target MDGs.

Permasalahan persampahan yang sudah mengemuka secara nasional didominasi oleh wilayah perkotaan yang memiliki keterbatasan wilayah TPA sehingga dampaknya tidak saja terhadap pencemaran lingkungan tetapi sudah menelan korban. Meskipun demikian, saat ini permasalahan sampah masih terus berlanjut. Upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh berbagai pihak masih belum menunjukan hasil yang signifikan. Demikian juga yang berkaitan dengan upaya pengurangan volume sampah yang harus dibuang ke TPA melalui program 3 R masih belum dilaksanakan secara sungguh-sungguh, karena sulitnya melaksanakan perubahan prilaku masyarakat dalam pemilahan sampah serta sulitnya merubah cara pandang ” sampah sebagai sumber daya “

Oleh: Mohamad Satori | April 1, 2010

Peresmian UKM Daur Ulang Sampah

Kuningan, 31 Maret 2010

Saat ini sampah tidak lagi hanya dipandang sebagai limbah yang dapat menimbulkan bencana, akan tetapi dengan sentuhan teknologi, tangan-tangan kreatif serta manajemen bisnis ternyata sampah dapat dijadikan komoditas. Tidak heran bila di beberapa daerah sampah telah dijadikan sebagai aset, dan bahkan ada yang merancang dalam sebuah “Bank Sampah”. Kelompok Usaha Maju Bersama (KUMB) Desa Manislor Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan adalah kelompok anak muda desa yang mencoba mengajak untuk merubah paradigma kita selama ini yang hanya memandang sampah sebagai masalah. Melalui usaha yang dikembangkannya, KUMB mengelola dan mengolah sampah menjadi produk yang dapat dijual dan dimanfaatkan.

Pada mulanya KUMB bekerja sama dengan Jurusan Teknik Industri Unisba untuk melakukan pelatihan usaha daur ulang sampah. Selanjutnya pada tahun 2009, KUMB mendapatkan bantuan dari BPLHD Jawa Barat berupa Mesin Pencacah Organik, Mesin Pencacah Plastik dan Mesin Pencuci Kresek. Bantuan tersebut telah diserahterimakan dari BPLHD Jawa Barat kepada KUMB Manislor pada tanggal 30 Maret 2010  dan diresmikan langsung oleh Bupati Kuningan Bapak Aang Hamid Suganda. Dengan diresmikannya kegiatan tersebut maka saat ini telah dicanangkan MANISLOR CLEAN AND GREEN.

Kategori